Asal Usul Sang Merah Putih
Warna merah-putih telah digunakan sejak zaman Kerajaan Majapahit
sebagai bendera atau lambang. Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit
saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum
Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih.
Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun
memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang
kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan
putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar
melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka,
bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan
Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang
Ketika terjadi Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830, di tengah-tengah
pasukan Diponegoro yang beribu-ribu juga terlihat kibaran bendera
merah-putih. Demikian juga di lereng-lereng gunung dan desa-desa yang
dikuasai Pangeran Diponegoro, banyak terlihat kibaran bendera
merah-putih.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan
bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di
bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan
bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
Pada abad ke-20 perjuangan bangsa Indonesia makin terarah dan menyadari
akan adanya persatuan dan kesatuan perjuangan menentang kekuatan asing,
kesadaran berbangsa dan bernegara mulai menyatu dengan timbulnya gerakan
kebangsaan Boedi Oetomo pada 1908 sebagai salah satu tonggak sejarah.
Kemudian pada tahun 1922 di Yogyakarta berdiri sebuah perguruan nasional
Taman Siswa di bawah pimpinan Suwardi Suryaningrat. Perguruan itu telah
mengibarkan bendera merah-putih dengan latar dasar warna hijau yang
tercantum dalam salah satu lagu antara lain: "Dari Barat Sampai ke
Timur", "Pulau-pulau Indonesia", "Nama Kamu Sangatlah Masyhur
Dilingkungi Merah-Putih. "Itulah makna bendera yang dikibarkan Perguruan
Taman Siswa.
Para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia yang berada di
negeri Belanda pada 1922 juga telah mengibarkan bendera merah-putih
yang di tengahnya bergambar kepala kerbau, pada kulit buku yang berjudul
Indonesia Merdeka. Buku ini membawa pengaruh bangkitnya semangat
kebangsaan untuk mencapai Indonesia Merdeka.
Demikian seterusnya pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia
dibawah pimpinan Ir. Soekarno yang bertujuan mencapai kemerdekaan bagi
Bangsa Indonesia. Partai tersebut mengibarkan bendera merah-putih yang
di tengahnya bergambar banteng.
Kongres Pemuda pada tahun 1928 merupakan detik yang sangat bersejarah
dengan lahirnya “Sumpah Pemuda”. Satu keputusan sejarah yang sangat
berani dan tepat, karena kekuatan penjajah pada waktu itu selalu
menindas segala kegiatan yang bersifat kebangsaan.
Pada kongres tersebut untuk pertama kalinya digunakan hiasan merah-putih
tanpa gambar atau tulisan, sebagai warna bendera kebangsaan, dan untuk
pertama kalinya pula diperdengarkan lagu kebangsaan "Indonesia Raya".
Pada saat Kongres Pemuda berlangsung, suasana merah-putih telah berkibar
di dada peserta, yang dibuktikan dengan panitia kongres mengenakan
“kokarde” (semacam tanda panitia) dengan warna merah-putih yang dipasang
di dada kiri. Demikian juga pada anggota padvinder atau pandu yang ikut
aktif dalam kongres menggunakan dasi berwarna merah-putih. Kegiatan
pandu, suatu organisasi kepanduan yang bersifat nasional, menunjukkan
identitas kebangsaan dengan menggunakan dasi dan bendera merah-putih.
Pengibaran bendera merah-putih dan lagu kebangsaan "Indonesia Raya"
dilarang pada masa pendudukan Jepang, karena ia mengetahui pasti bahwa
hal tersebut dapat membangkitkan semangat kebangsaan yang nantinya
menuju pada kemerdekaan. Kemudian pada tahun 1944 lagu "Indonesia Raya"
dan "Bendera Merah-Putih" diizinkan untuk berkibar lagi setelah
kedudukan Jepang terdesak. Bahkan pada waktu itu pula dibentuk panitia
yang bertugas menyelidiki lagu kebangsaan serta arti dan ukuran bendera
merah-putih.
Detik-detik yang sangat bersejarah adalah lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Setelah pembacaan teks
proklamasi, baru dikibarkan bendera merah-putih, yang kemudian disahkan
pada 18 Agustus 1945. Bendera yang dikibarkan tersebut kemudian
ditetapkan dengan nama Sang Saka Merah Putih.
Kemudian pada 29 September 1950 berkibarlah Sang Merah Putih di depan
Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pengakuan kedaulatan dan
kemerdekaan bangsa Indonesia oleh badan dunia.
Penemu Lambang Garuda
Garuda merupakan lambang Negara Indonesia, hampir semua orang tahu
itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan
bagaimana kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi
Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu
ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan
gambar lambang negara.Dia lah Sultan Hamid II yang berasal dari
Pontianak.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana
sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam
lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan
nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder
Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin
sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM
Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan
rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono
melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik,
yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.
Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan
Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi
kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang
semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan
semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno.
Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang
telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga
tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet
RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam
bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI
menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya
diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar
bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak
berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan
anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian
dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang
negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15
Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus
diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul”
menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita
dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga
diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950,
bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat
disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana,
Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final
rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara
resmi sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar